Kamis, 24 Juli 2008

Kesehatan Lansia di Indonesia

KESEHATAN LANSIA DI INDONESIA

SIFAT-SIFAT PENYAKIT PADA LANJUT USIA

Sifat-sifat penyakit pada lansia perlu sekali untuk dikenali supaya kita tidak salah ataupun lambat dalam menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan lainnya yang mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini akan menyangkut beberapa aspek, yaitu; etiologi, diagnosis dan perjalanan penyakit:

ETIOLOGI

· Sebab penyakit pada lansia lebih bersifat endogen daripan eksogen. Hal ini disebabkan menurunnya berbagai fungsi tubuh karena proses menua.

· Etiologi sering kali tersembunyi (Occult)

· Sebab penyakit bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi.

DIAGNOSIS

· Diagnosis penyakit pada lansia umumnya lebih sukar dari pada remaja/dewasa. Karena sering kali tidak khsa gejalanya dan keluhan-keluhan tidak has dan tidak jelas

PERJALANAN PENYAKIT

· Pada umumnya perjalanan penyakit adalah kronik (menahun) diselingi dengan eksaserbasi akut.

· Penyakit bersifat progresif, dan sering menyebabkan kecacatan (invalide)

Disabilitas dan invaliditas

Sebagai kriteria mundurnya kemandirian WHO (1989) mengembangkan pengertian/konsep secara bertingkat;




Imapirment adalah setiap kehilangan atau kelainan, baik psikologik, fisiologik atupun struktur atau fungsi anatomik.

Disabilitas adalah semua retriksi atau kekurangan dalam kemampuan untuk melakukan kegiatan yang dianggap dapat dilakukan oleh orang normal.

Handicap adalah suatu ketidakmampuan seseorang sebagai akibat impairment atau disabilitas sehingga membatasinya untuk melaksakan peranan hidup secara normal.

Kemunduran dan kelemahan yang diderita lansia.

· Immobility

· Instability (falls)

· Intelectual impairment (dementia)

· Isolation (depresion)

· Incontinence

· Immuno-defeciency

· Ifection

· Inanition (malnutrition)

· Impaction (constipation)

· Iatrogenesis

· Insomnia

· Impairment of (vision, hearing, taste, smell, communication, convalenscence, skin integrity.)

Data penyakit pada lansia di Indonesia (disease pattern of people >55 years)

Diseases

Per 100 patients

· Cardiovascular disease

15.7

· Musculoskeletal disease

14.5

· Tuberculosius of lung

13.6

· Bronchitis, asthma & dis. Respiratory

12.1

· Acute respir. Tract infection

10.2

· Tetth, mouth & digestive system

10.2

· Nervous system disease

5.9

· Skin infections

5.2

· Malaria

3.3

· Other infection

2.4

Sumber; Household survey on health, dept. of health (1986)

Faktor Resiko Pada Lansia Jatuh

Berbagai faktor risiko roboh pada lansia:

Faktor host (diri lansia).
Faktor-faktor yang menyebabkan roboh sangat komplek dan tergantung kondisi penderita/lansia. Di antaranya adanya disability, penyakit yang sedang diderita; perubahan-perubahan akibat proses penuaan (penurunan pendengaran, penurunan visus, penurunan mental, penurunan fungsi indra yang lain, lambatnya pergerakan, hidup sendiri) dan neuropati perifer. Neuropati perifer dapat dinilai dengan tes berdiri satu kaki selama 10 detik, bila gagal dalam tiga kali tes, sangat mungkin terdapat neuropati. Kondisi sakit, panas badan atau meningkatnya angka lekosit dan limfosit serta hemoglobin yang rendah juga meningkatkan risiko terjadinya roboh.

Menurut Probo, beberapa disability di antaranya, kelemahan paha, artritis, penyakit parkinson, kelemahan badan secara umum, gangguan keseimbangan dan gangguan berjalan, gangguan neuromuskular atau muskuloskeletal. Bila terdapat tiga disability, maka risiko roboh 100 persen, sedangkan tanpa disability mempunyai risiko roboh sekitar 12 persen per tahun.

Faktor aktivitas
Laki-laki dengan mobilitas tinggi, postur yang tidak stabil, mempunyai risiko roboh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak aktif atau aktif, tetapi dengan postur yang stabil. Penelitian selama setahun terhadap 4.862 penderita yang dirawat di rumah sakit atau panti jompo, didapatkan penderita dengan risiko roboh paling tinggi adalah penderita aktif, dengan sedikit gangguan keseimbangan.

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan, terutama yang belum dikenal mempunyai risiko terhadap roboh 22 persen. Roboh pada lingkungan yang sudah dikenal, (misalnya di rumah), lebih banyak disebabkan oleh faktor host (dirinya). Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda-benda di lantai (seperti tersandung karpet), peralatan rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar, tempat tidur atau toilet yang terlalu rendah.

Faktor obat-obatan
Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang bermakna terhadap penderita. Empat obat atau lebih meningkatkan risiko jatuh. Roboh akibat terapi obat dinamakan roboh iatrogenik. Obat-obatan yang meningkatkan risiko jatuh, di antaranya obat golongan sedatif dan hip notik yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek samping menyerupai sindroma parkinson.

Obat-obatan lain yang menyebabkan hipotensi, hipoglikemi, mengganggu vestibular, menyebabkan neuropati hipotermi dan menyebabkan kebingungan. Transquilizer mayor (misalnya phenothiazine), antidepresan trisiklik, barbiturat, dan benzodiazepin kerja panjang juga meningkatkan risiko roboh.

Upaya pencegahan
Mencegah roboh pada lansia ada beberapa hal antara lain:

-

mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan serta mengatasi faktor lingkungan, diberikan latihan fleksibilitas gerakan, koordinasi keseimbangan.

-

Anggota keluarga dianjurkan agar mengunjungi penderita secara rutin, mengamati kemampuan dan keseimbangan jalan, berjalan bersama, dan membantu stabilitas.

-

Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya pindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga).

-

Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru. Jika keadaan lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai kondisi memungkinkan. Pelan-pelan jika merubah posisi. Jika perlu pakai kaos kaki.

Selanjutnya Probo menjelaskan, terapi untuk roboh atau luka akibat roboh sama seperti perawatan luka pada umumnya. Hindari immobilisasi, saat akut obat-obatan dikurangi, pasien tidak aktif, disediakan pembantu, dan jika diperlukan physical therapist. Gangguan psikologis dan fungsional akibat roboh (seperti rasa takut roboh, penurunan aktivitas, penurunan percaya diri) lebih sulit diterapi.

Asesmen dan program rehabilitasi multidisipliner dapat memperbaiki rasa percaya diri penderita untuk mencapai aktivitas harian yang lebih baik. Di samping itu juga mengurangi rasa takut roboh dan meningkatkan aktivitas harian sampai mencapai level normal dan mengurangi faktor risiko secara aktif untuk mencegah trauma ulang. Keberhasilan penyembuhan berhubungan dengan dukungan sosial.



http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=249862&kat_id=123

Tidak ada komentar: